Malang, TigaPilarPos id
Dugaan pungutan tidak sah kembali menyeruak dari SMAN 8 Malang. Siswa dan wali murid mengungkap bahwa harga seragam sekolah mencapai lebih dari Rp1 juta, bahkan dihitung berdasarkan ukuran kain, pola yang tidak dikenal dalam tata kelola sekolah negeri.
Selain itu, sekolah juga diduga menarik uang gedung Rp3–4 juta serta SPP Rp170 ribu. Padahal seluruh pembangunan, perawatan, dan pengembangan sarana-prasarana sekolah negeri telah dibiayai oleh APBN, APBD, DAK Fisik, dan BPOPP. Penarikan uang gedung di sekolah negeri tidak memiliki dasar regulasi dan masuk kategori pungutan yang harus dicermati.
Regulasi pun tegas, Permendikbud 75/2016 melarang pungutan wajib oleh komite, Permendikbud 45/2014 melarang sekolah mengarahkan pembelian seragam pada satu penyedia dan UU 20/2003 menegaskan pendidikan negeri tidak boleh membebani biaya yang menghambat akses siswa.
Jika pungutan tidak melalui mekanisme resmi, maka berpotensi melanggar Pasal 12 e UU Tipikor, Pasal 423 KUHP, maupun indikasi pemerasan Pasal 368 KUHP.
Saat dimintai klarifikasi, Kepala SMAN 8 Malang, Nuraeni, memblokir nomor wartawan. Langkah ini menutup akses informasi publik dan bertentangan dengan PP 94/2021 tentang Disiplin PNS, yang mewajibkan setiap ASN bersikap transparan, responsif, dan akuntabel atas penggunaan dana pendidikan.
Sikap menutup diri dari permintaan klarifikasi justru menambah kuat dugaan bahwa pengelolaan pungutan tersebut tidak melalui prosedur resmi yang seharusnya dibuka kepada publik.
Media ini terus melakukan konfirmasi ke Dinas Pendidikan Jawa Timur, Komite Sekolah, dan lembaga pengawas. Perkembangan selanjutnya akan disampaikan pada pemberitaan berikutnya.
Red Saiful gersik

