Lamongan, Tigapilarpos,id
Program Indonesia Pintar (PIP) di SMP Negeri 1 Kembangbahu, Kabupaten Lamongan, kini disorot tajam. Data resmi dari mendikdasmen.go.id mengungkap adanya ketimpangan dalam pola penyaluran bantuan siswa miskin, yang mengarah pada dugaan kuat pelanggaran mekanisme regulasi di tingkat sekolah.
Pada tahun 2024, sekolah ini tercatat menyalurkan dana sebesar Rp 294.375.000 kepada 433 siswa. Namun dari total itu, hanya 344 siswa yang benar-benar menerima dana. Bahkan muncul angka mencurigakan: Rp 66 juta masuk kategori pemberian relaksasi, tanpa penjelasan teknis maupun dasar penetapan.
Tahun berikutnya, 2025, jumlah penerima meningkat menjadi 459 siswa dengan total dana Rp 280.125.000. Tapi seluruh penyaluran langsung tercatat sebagai pemberian reguler, tanpa satu pun melalui jalur aktivasi nominasi—padahal mekanisme itu wajib untuk memastikan penerima benar-benar layak dan aktif dalam sistem Kemendikbudristek.
Lebih tajam lagi, informasi yang masuk ke redaksi menyebut sejumlah siswa diduga menerima dana PIP tidak utuh alias terpotong. Beberapa wali murid bahkan mengaku tidak mengetahui secara pasti besaran bantuan yang seharusnya diterima anak mereka. Situasi ini mempertegas sinyal lemahnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program yang sejatinya diperuntukkan bagi siswa kurang mampu.
Kepala SMPN 1 Kembangbahu, Yakson, hingga kini belum memberikan klarifikasi meski upaya konfirmasi telah dilakukan. Sementara sumber di internal sekolah menyebutkan, proses pendataan dan pencairan PIP “sepenuhnya diatur pihak tertentu” tanpa pelibatan terbuka dari semua unsur guru atau komite.
Praktik semacam ini menggambarkan pola lama—di mana bantuan pemerintah turun, tapi tak seluruhnya menetes ke penerima yang berhak. Data resmi sudah menunjukkan ketidaksinkronan, dan kabar dari lapangan menegaskan aroma ketidakberesan di baliknya.
Jika dibiarkan, kondisi ini berpotensi mencederai semangat keadilan pendidikan yang menjadi dasar berdirinya Program Indonesia Pintar. Ratusan juta rupiah dana publik tak boleh dikelola serampangan hanya karena longgarnya pengawasan di tingkat pelaksana.
Kini, publik menunggu langkah cepat dan tegas dari dinas pendidikan serta pihak berwenang untuk memastikan satu hal sederhana: bahwa dana bantuan anak miskin benar-benar jatuh ke tangan mereka yang membutuhkan, bukan tersesat di meja administrasi sekolah.
Red Saiful

